Saturday, October 27, 2012

Ada

Ada sesal yang merambati hati.
Menyelinap secara paksa disetiap helaan napas dan membuatnya menyesakkan.
Rasa malu untuk mengakui itu semakin lama semakin membuncah.
Tapi tak bisa dipungkiri bahwa rasa itu semakin menguat seiring waktu.
Ada sesuatu yang membuat hati ini enggan untuk melepas atau hanya sekedar melupa.
Ada sesuatu diujung sana yang membuatku enggan untuk melangkah lebih jauh.
Entah itu apa, tapi aku sangat merasakan pagar pembatas tak kasat mata menghalangi tubuhku untuk bergerak maju.
Seperti lapisan pelindung agar aku benar-benar tidak terluka.
Walau sebenarnya aku sendiri tidak tahu, luka atau kebahagiaankah yang ada disana.
Aku enggan untuk meraih atau membawanya mendekat.
Seperti ada atmosfir yang membuat jari ini terkatup kembali dan tidak lagi terjulur.
Ada sesuatu disana yang sangat asing dan aku sendiri sangat takut untuk mengambilnya.
Perasaan mendayu-dayu yang berjudulkan cinta itu tak jelas sudah aku rasakan sejak kapan tepatnya.
Aku menikmati itu.
Menikmati debaran mematikan yg membuat pipiku bersemu merah.
Aku menikmati ketegangan yang menyelimuti ketika aku dan dia hanya saling diam, saling melempar pandang dengan harapan agar si dia mengerti kode klise seperti ini.
Padahal aku sendiri sudah takut dari awal.
Takut akan rasa sakitnya.
Sakit yang seakan sudah biasa sehingga hanya bisa mengurut dada ketika nyeri itu menyergap kembali.
Sesak ini bukan sesak biasa yang timbul ketika menenggelamkan wajah ke dalam air.
Ini tentang sakitnya cinta yang tak ingin diakui keberadaannya.
Semua rasa seperti mengganggu dan segalanya disangkut pautkan oleh baret yang terus membekas dihati.
Finger Peace Sign