Ini hanya perasaan biasa yang entah mengapa bisa menjadi luar biasa. Sesungguhnya, ini hanyalah sampah masa lalu. Mungkin aku seperti orang gila, masih memeluk erat sampah itu. Entah mengapa, mengendurkan pelukannya pun terasa sulit? Apa iya aku menjadi tergantung pada sampah itu?
Merasa di-cuek-ki saja sudah tidak enak, apalagi dianggap tidak ada? Ah, itu konsekuensi. Mengapa juga aku masih bertahan digaris yang sama? Padahal garis itu sudah pudar oleh tanah dan angin.
Dalam benak ini, ingin memberi tahu lelaki itu, bahwa ia, masih menempati ruang khusus dihatiku. Bahwa aku masih menunggunya. Bahwa ia masih terlihat selalu sempurna. Tapi aku sadar, aku nihil dimatanya.
Aku juga rasanya ingin memberi tahu wanitanya, bahwa ada wanita lain yang juga menyayangi lelakinya. Dengan segala kekurangannya. Tenang saja, aku tidak akan merebut dia. Lelaki itu bisa tertawa disampingnya, bukan disampingku.
Ingin rasanya meneriaki telinganya dengan kata-kata beraagai perasaan yang memenuhi relung ini.
Dunianya dan duniaku sudah jauh berbeda. Mungkin dirinya pun sudah jauh berbeda. Walau begitu, tempat dihati ini tak pernah bergeser satu milimeter pun. Dan aku, takkan pernah bisa menyentuh dunianya se-inci pun.
Aku tahu.
Mungkin aku harus berbangga hati, karena aku salah satu wanita yang menempuh berbagai perjuangan untuk menggenggam cintanya. Padahal cintanya tak akan pernah menjemputnya dan mengajaknya terbang bersama menembus awan. Bisa dibilang, cintanya malah menyeret dan membuangnya ke laut. Untung saja ia jago berenang.
Dari ini semua, setidaknya aku mengerti rasanya untuk tulus dan ikhlas. Walau terkadang ada dimana aku berada di titik jenuh, dan mengeluh, 'kenapa sih, semua tidak berjalan dengan akhir yang indah, seperti skenario yang diam-diam aku rangkai sebelum aku terlelap?'. Menyedihkan.
Aku masih menunggunya. Aku belum sanggup lepas dari sanggahan memorinya.
Love, Dhita.