Angin sempat
berbisik kepadaku,
“Rindukah
kamu pada untaian kata manis yang menjadi pengantar tidurmu setiap malam kala
itu?”
Aku sempat
menggeleng kemudian terdiam.
Ada yang
disembunyikan dari hati ini. Ingin segalanya enyah, tapi ternyata tidak semudah
itu.
Dan kemudian
rintik hujan bernyanyi,
“Kamu rindu,
hanya saja kamu menghukum diri sendiri untuk tidak melakukannya.”
Dan aku
hanya bisa menelan ludah.
Aku selalu
tahu bahwa akan ada yang terluka dari setiap peristiwa. Apapun itu. Dan kali
ini aku mengutuk diri bahwa akulah yang akan menjadi pemeran paling memilukan
dalam kisah ini.
Ada rasa
yang ingin sekali dihapus, seperti dengan mudahnya menghapus bait puisi tentang
dirinya pada catatan kecil ini. Hanya saja, kenangan dengannya yang indah
membuat aku sedikit enggan untuk melupa.
Dia mungkin
bukanlah seorang yang baik hati yang memberi seluruh miliknya untuk aku, tapi
paling tidak dia sempat menjadi alasan aku untuk tersenyum dan semangat
menjalani hari.
Pada saat
ini aku hanya bisa melihatnya jalan menjauh dari pandangan. Berdoa dalam setiap
derap langkah kakinya bahwa ia akan menuju titik yang memberinya bahagia. Walau
bukan bertuju kepadaku, setidaknya aku
pernah berjalan disampingnya diiringi tawa dan canda.